Cukup Menjadi Orang di Belakang Layar



Pernah mendengar tantang orang yang kerjanya di belakang layar? Seperti sutradara gitu deh, kan yang terkenal hanya aktor dan aktris pemeran utara sebuah film atau sinetron. Sementara sang sutradara, jangankan karya, bisa jadi wajahnya saja tidak familiar di masyarakat. Walau ketika sebuah film atau serial drama akan menampilkan tulisan siapa sutradara yang membuat alur cerita menjadi begitu menarik, tapi apakah penonton akan peduli? Hanya pemerhati sebuah film atau drama saja yang memilih untuk menonton dikarenakan faktor sang sutradara. Selebihnya, bisa jadi sebuah film atau drama bisa jadi dipilih karena kecantikan aktris atau ketampanan aktor yang memerankan serial tersebut.

Sama halnya dengan kehidupan ini. Tidak semua orang akan dikenal karena sumbangsihnya di dunia ini. Ada juga orang yang cukup di belakang layar namun ternyata sumbangsihnya membawa kemaslahatan manusia di dunia. Contohnya dokter, tentara dan berbagai profesi lain yang bisa membawa manfaat bagi kita manusia lainnya.

Mungkin hal ini yang terjadi pada saya. Di kantor saya merupakan orang belakang layar yang kelihatannya tidak melakukan apapun juga. Mungkin yang tahun dan paham akan sumbangsih saya hanya pimpinan perusahaan. Beliaulah yang mempercayakan urusan keuangan dan hal lainnya di kantor. Meskipun saya tidak senang akan hal itu, karena bagi saya itu adalah beban moral juga. Saya harus amanah ketika dipercaya oleh pimpinan.

Di kantor, tentunya saya bertemu dengan rekan kerja dengan berbagai karakter dan watak. Sudah 11 tahun saya bekerja di perusahaan yang sekarang, Ibarat rumah tangga, tentu tidak semua hari saya lalui dengan baik. Konflik dengan teman kerja itu selalu ada saja. Apalagi saya yang dipercaya masalah keuangan kantor. Kadang saya menegur teman kerja yang tidak disiplin dalam masalah keuangan.

Seperti saat ini ada seseorang yang selalu merasa berjasa dengan perkembangan kantor, dan saya berseteru hanya karena dia mengklaim bensin motornya dengan nota yang sudah cukup lama. Sebut saja namanya Pak Yanto. Bayangkan, nota bensin tanggal 18 Desember 2022 baru diklaim pada tanggal 6 Januari 2023. Ketika saya tegur, pak Yanto tidak terima dan marah. Dia pun tidak menyapa saya sudah hampir 2 minggu. Saya baper? Sedikit sih, wkwkwkw. 

Pak Yanto merupakan karyawan yang tidak lulus SD, kasihan memang. Namun dari gaya berbicaranya tinggi sekali, seolah-olah merasa yang paling benar. Saya lebih sering mengalah ketika berbicara dengannya. Ada banyak pelajaran yang saya petik ketika berkomunikasi dengan pak Yanto, antara lain:
  • Jangan sombong menjadi seorang manusia
Sekecil apapun kesombongan manusia, tentu akan terlihat di mata manusia lainnya. Jangan sampai kesombongan kita menjadi bumerang bagi diri sendiri. Di kantor saya cukup menjadi orang di belakang layar, melakukan kewajiban sesuai porsinya. 

Mungkin beberapa bulan lalu, saya masih berusaha untuk menjadi penengah manakala terjadi konflik di kantor. Namun pengalaman mengajarkan bahwa tidak perlu mencampuri urusan yang bukan menjadi urusan saya. 

Saya berusaha untuk menahan diri manakala terjadi suatu konflik di kantor. Biarlah karyawan lain (yang konon mungkin punya jasa lebih di kantor) yang mengurus semua konflik internal kantor.
  • Menempatkan diri sesuai porsinya
Ketika kita merasa menjadi orang yang paling berjasa untuk sekeliling kita, sudahkah kita melakukan introspeksi, apakah kewajiban sudah dilakukan atau justru hanya menuntut hak saja. Yang saya lihat selama ini beberapa teman kerja hanya menuntut hak mereka saja tanpa totalitas dalam melaksanakan kewajiban. Sungguh miris sekali.

Akhirnya saya memutuskan untuk lagi-lagi menjadi orang di belakang layar saja, tanpa perlu tahu urusan antar karyawan di kantor. Cukup saya jaga amanah yang diberikan oleh pimpinan. Bekerja sesuai porsinya dan diam itu lebih baik.
  • Attitude memegang peranan penting di masyarakat
Tidak perlu menempuh pendidikan tinggi untuk dapat memiliki attitude yang baik, Anda cukup belajar dari peristiwa sehari-hari saja. Attitude atau tingkah laku menentukan bagaimana kapasitas kita di masyarakat. Ketika ada orang marah padahal dia tahu kalau salah, maka tindakan tersebut hanya untuk menutupi kesalahannya saja.

Masih ingatkah kalian dengan sosok Tiko yang sedang viral baru-baru ini? Tiko, anak dari Bu Enny, si pemilik rumah mewah di Jakarta dimana sedang menjadi pembicaraan di media sosial saat ini. Lihatlah di media sosial ketika Tiko berbicara, maka kalian bisa melihat seorang anak muda yang tidak lulus sekolah namun memiliki attitude yang baik. Padahal tidak ada yang mengajarkan Tiko untuk berattitude yang baik. Kalau menurut saya, pengalaman hiduplah yang membuat Tiko menjadi lebih bijak. 

Seharusnya seorang pak Yanto bisa belajar banyak dari Tiko, namun mungkin karena faktor usia maka akan sulit mengubah perangai seseorang. Ditambah lagi watak yang keras dan mungkin pengalaman masa lalu dimana Pak Yanto ketika mudanya adalah seorang preman yang ditolong oleh pimpinan saya.

Semoga bermanfaat.


Blogger Surabaya
Blogger Surabaya Selamat datang di blog pribadi saya. Blog ini menerima kerjasama Content Placement. Jika ingin bekerjasama silahkan hubungi via email mariatanjung7@gmail.com

Posting Komentar untuk "Cukup Menjadi Orang di Belakang Layar "